![]() |
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Andalas, Dr. Aidinil Zetra, S.IP, M.A, |
Pemilihan Kepala Daerah serentak tahun 2024 telah selesai.
Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota serta Bupati dan Wakil
Bupati terpilih telah dilantik secara resmi Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan di Jakarta, Kamis
(20/2/2025) lalu. Setelah mengikuti Retreat di Magelang 21 hingga 28 Februari 2025, para kepala
daerah mulai menjalankan pemerintahan di daerah masing-masing.
Penggantian dan pergesaran pejabat daerah usai pelantikan
kepala daerah sudah lazim dilakukan. Gubernur, Bupati dan Walikota yang
bertindak sebagai atasan sekaligus kepala pemerintah pada tingkat Provinsi,
Kabupaten/Kota tentunya berupaya menempatkan orang-orang yang sejalan dengan
visi misi yang diusung untuk melaksanakan program unggulan yang sudah dirancang
dalam menjalankan roda pemerintahannya.
Pembenahan birokrasi sah saja dilakukan oleh pimpinan daerah sebagai penanggungjawab birokrasi
tersebut.Tapi terkadang mutasi atau pergantian pejabat di tingkat daerah atau
di dalam birokrasi itu dilakukan karena faktor politik. Itu ternyata terjadi di
banyak daerah selama ini.
Ketika Pemilu atau Pilkada selesai maka birokrasi di utak atik karena dipengaruhi oleh faktor,
itu jelas akan mengganggu produktivitas dari birokrasi dan akan mengganggu
efektivitas jalannya birokrasi. Hal ini juga akan mengganggu perencanaan karir
dari pegawai, kalau faktor politik yang menjadi dominan di dalam proses mutasi
ataupun pergantian oejabat tersebut.
Saya tidak melakukan kajian secara rinci siapa saja yang
diberhentikan, dan siapa saja yang diangkat. Namun secara umum pengaruh politik
terhadap birokrasi itu cukup besar, karena apa karena pemimpin politik yang
duduk dalam birokrasi punya kepentingan besar untuk menggunakan anasir
kekuasaan yaitu birokrasi untuk mendapatkan dukungan dalam Pilkada.
Bagi birokrat
mengambil pilihan untuk netral atau berada di mendukung pihak lain dan
biasanya mereka mendapat sanksi politik. Sehingga karir mereka menjadi
terganggu, ini yang seharusnya dihindari di dalam mengelola birokrasi. Supaya
birokrasi itu betul-betul bisa menjalankan tugas utamanya melayani masyarakat,
untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat dan mencapai indikator kinerja yang
sudah ditetapkan untuk masing-masing organisasi birokrasi
Apa yang terjadi di banyak daerah, secara umum birokrasi sering dijadikan sebagai alat
politik. Kalau mereka tidak loyal terhadap pejabat politik biasanya mereka itu
di eliminasi di dalam kariernya. Mudah-mudahan ini tidak lagi terjadi di
pemerintah daerah kita sekarang.
Tapi itu perlu menjadi catatan penting bagi pemerintah
daerah, ketika mengambil keputusan untuk melakukan mutasi pegawai, pergantian
pejabat dan sebagainya perlu dihindari kepentingan- kepentingan politik sebagai
dasar untuk melakukan mutasi tersebut.
Saya melihat dari sudut pandang politik birokrasi, dimana
birokrasi itu membutuhkan satu penegakan hukum yang pasti. Agar birokrasi bisa
berjalan dengan efektif, agar birokrasi bisa produktif dan bisa menegakkan
nilai-nilai yang wajib ditegakkan dijalankan oleh birokrasi itu, sekarang
namanya akhlak.
Penerapan budaya kerja berlandaskan BerAKHLAK, yang
merupakan singkatan dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis,
Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif, menjadi salah satu faktor yang bisa mendorong
agar birokrasi itu bisa efektif, adanya netralitas di dalam birokrasi
tersendiri. Baik netralitas dari sisi individu-individu birokrasi maupun
netralitas kelembagaan.
Untuk menjamin netralitas maka faktor politik mesti
dikurangi bahkan betul-betul disterilkan terhadap pengaruh birokrasi itu,
sehingga birokrasi betul-betul bisa berjalan secara efektif. Perubahan di dalam
konfigurasi birokrasi yang dapat dilakukan oleh seorang kepala daerah atau
mungkin juga oleh pimpinan tertinggi dari birokrasi yaitu Sekda.
Sejauh itu bertujuan untuk mengefektifkan organisasi dalam
mencapai rencana strategis yang sudah ditetapkan, kemudian mencapai indikator
kinerja utama dari birokrasi itu. Sehingga sangat penting memastikan bahwa
siapa yang akan didudukan atau ditempatkan di jabatan-jabatan di birokrasi itu,
mereka adalah orang yang tepat secara konpentensi dan jenis jabatan yang akan diduduki itu.
Jadi tepat orangnya tepat kompetensinya, tepat tupoksi akan dijalankan ada
kesesuaian. (*)