Sehari jelang pemungutan suara Pemilu serentak 2024 dilaksanakan Selasa (13/2) malam, pendistribusian kotak suara masih berlangsung di Kabupaten Limapuluh Kota. (ist) |
“Dirty Vote” Bisa Menggerus Suara Prabowo
Padang,--Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2024, pada 14 Februari ini memasuki tahapan
pemungutan suara. Untuk pemilihan presiden, di Provinsi Sumatera Barat
diprediksi akan dimenangkan pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres
dan cawapres), Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN).
“Sepertinya masih Anies-Cak Imin (Paslon nomor urut 01).
Apalagi ditambah dengan beredarnya Dirty Vote, bisa menggerus suara
Prabowo-Gibran Rakabuming Raka (Paslon nomor urut 02),” sebut pengamat politik
Universitas Andalas Prof Asrinaldi, saat dihubungi, Selasa (13/2) malam.
Film dokumenter Dirty Vote tersebut mengupas soal dugaan
potensi kecurangan dalam proses Pemilu dan Pilpres 2024. Film itu ditayangkan
perdana melalui kanal rumah produksi WatchDoc di YouTube pada 11 Februari 2024
pukul 11.00 WIB, bertepatan hari pertama masa tenang Pemilu.
Ia mengatakan, Film tersebut menggambarkan cara rezim
berkuasa untuk memenangkan Pemilu.
“Kalau yang berkuasa itu berpihak ke Paslon 02, tentunya
memenangkan 02. Sehingga orang tidak simpati terhadap 02, karena tidak simpati
jelang pemilu orang mulai sadar, maka akan mengerus suara 02. Itu sudah dapat
dipastikan seperti itu,” terangnya.
Ia mengatakan, di Sumbar juga akan berdampak, walaupun ada
pemilih atau pendukung yang loyal pada Prabowo, namun karena di Sumbar orangnya rasional dalam memilih dan
kecintaan terhadap Indonesia besar, diprediksi pada Pilpres 2024, suara Paslon
nomor urut 02 tersebut akan berkurang.
“Saya kira suara 02 yang didapat akan berkurang, dari yang sebelumnya 35 atau 36 persen, bisa
turun menjadi 20 persen. Itu akan berdampak suara yang diperoleh paslon 01 atau
03 bertambah,” jelas Guru Besar di bidang Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik (FISIP) Unand tersebut.
Ia menyampaikan, sementara pasangan Ganjar Pranowo - Mahfud
MD (Paslon nomor urut 03) memiliki pemilih segmentik di beberapa daerah di
Sumbar, seperti di Dharmasraya, Pasaman Barat, Mentawai dan Pesisir Selatan.
“Suara dari Prabowo yang biasanya 30-40 persen, sekarang
mungkin menurun 5 sampai 10 persen dari sebelumnya,” ungkapnya.
“Secara umum, unggulnya Paslon nomor urut 01 dan nomor urut
02. Suara Paslon 01 diprediksi dengan
kondisi hari ini 55 sampai 60 persen, sementara Paslon 02 sekitar 20-30 persen,
dan paslon 03, 5-10 persen,” bebernya.
Ia mengungkapkan, meskipun demikian, penurunan suara Prabowo
yang diprediksi terjadi pada Pilpres 2024 ini tidak akan berpengaruh besar
terhadap perolehan suara pada caleg dari partai pendukung Paslon nomor urut 02
tersebut.
“Ini tidak begitu besar pengaruhnya, karena Caleg punya
basis masa tersendiri,” ujarnya.
Ia menuturkan, dalam memilih caleg masyarakat lebih melihat
siapa yang mereka kenal. Atau siapa yang dekat dengan mereka, dalam arti pernah
bertemu, bertegur sapa, dan bercakap-cakap.
“Hal inilah, yang lebih dominan menentukan arah pilihan pemilih terhadap caleg di Sumbar,” pungkasnya.
Prof Asrinaldi |
“Dirty Vote” Mengangkat Dugaan Isu Kecurangan dalam Pemilu
2024
Film dokumenter Dirty Vote yang mengangkat dugaan isu
kecurangan dalam pemilu 2024 menjadi sorotan publik, karena secara faktual dan terperinci
menunjukkan data-data dugaan kecurangan rezim pada Pemilu 2024, dan dipaparkan
oleh tiga pakar hukum berintegritas.
Film itu ditayangkan perdana melalui kanal rumah produksi
WatchDoc di YouTube pada 11 Februari 2024 pukul 11.00 WIB, bertepatan hari
pertama masa tenang Pemilu.
Sutradara film dokumenter Dirty Vote, Dandhy Dwi Laksono,
memaparkan alasan di balik pembuatan dan peluncuran yang dilakukan di awal masa
tenang Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Dandhy berharap film itu bisa menjadi bahan edukasi bagi
masyarakat menjelang pemungutan suara yang direncanakan dilakukan pada 14
Februari 2024.
"Seyogianya Dirty Vote akan menjadi tontonan yang
reflektif di masa tenang pemilu. Diharapkan tiga hari yang krusial menuju hari
pemilihan, film ini akan mengedukasi publik serta banyak ruang dan forum
diskusi yang digelar," kata Dandhy dalam keterangan pers pada Minggu
(11/2/2024).
Dandhy juga berharap semua elemen masyarakat untuk sejenak
mengesampingkan dukungan politik kepada para calon presiden-calon wakil
presiden, dan menyimak isi dokumenter itu secara terbuka.
"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres.
Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai
warga negara," ujar Dandhy.
Film dokumenter itu mengupas soal dugaan potensi kecurangan
dalam proses Pemilu dan Pilpres 2024 menampilkan tiga orang pakar hukum tata
negara. Mereka adalah Feri Amsari, Bivitri Susanti, dan Zainal Arifin Mochtar.
Ketiganya memaparkan tentang penyimpangan yang terjadi dalam
berbagai hal terkait proses Pemilu di dalam Indonesia yang menerapkan praktik
demokrasi.
Pembuatan film Dirty Vote merupakan hasil kolaborasi lintas
lembaga sipil. Menurut Ketua Umum Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia
(SIEJ) sekaligus produser, Joni Aswira, dokumenter itu turut memfilmkan hasil
riset kecurangan pemilu yang selama ini dikerjakan koalisi masyarakat sipil.
Biaya produksi film Dirty Vote, kata Joni, dihimpun melalui
pengumpulan dana (crowd funding), sumbangan individu, dan lembaga.
“Biayanya patungan. Selain itu, Dirty Vote juga digarap
dalam waktu yang pendek sekali sekitar dua minggu, mulai dari proses riset,
produksi, penyuntingan, hingga rilis. Bahkan lebih singkat dari penggarapan End
Game KPK (2021),” kata Joni.
Sejumlah lembaga yang
berkolaborasi dalam film itu adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa
Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia,
Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Jatam, Jeda Untuk Iklim, KBR,
LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia,
Walhi, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal, YLBHI, dan WatchDoc. (bs/*)